<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d10868920\x26blogName\x3dFebi\x27s+Journal\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://jurnal-febi.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://jurnal-febi.blogspot.com/\x26vt\x3d-3357453960751995629', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

Wednesday, November 23, 2005

Pasar Senen

Dari mana sebenarnya nama Senen itu berasal ? menurut sebuah buku yang pernah gue baca ,Profil orang betawi karya Ridwan Saidi, sebelum Belanda mendirikan pasar ini, di daerah ini sudah bernama Senen. Jadi nama pasar senen bukan dari nama hari atau pasar mingguan seperti pasar rebo, pasar jum'at atau pasar minggu. Belanda sendiri menamakan pasar ini Snezen, yang berarti barang gelap, bekas dan rongsokan dijual di sini.

Sebelum RI merdeka, daerah senen merupakan front menghadapi tentara belanda yang berbasisi di lapangan banteng, senen benar-benar menegangkan. Tapi setelah itu senen menjadi tempat yang sangat exciting, pasar senen menjadi pusat hiburan, bioskop Rex dan bioskop Grand sering memutar film-film koboi yang sangat populer pada masa itu, banyak penjual makanan dari subuh hingga malam. di malah hari kawasan sekitar stasiun senen menjadi pasar seks. Penjual dan penawar jasa pelayanan seks bergerombol di sekitar stasiun, atau yang di kenal dengan sebutan planet senen.

Kembali ke kata Snezen yang artinya bekas, sampai saat ini di kawasan senen masih bisa ditemukan barang-barang bekas yang di jual, mulai dari pakaian bekas, sepatu, tas, peralatan rumah tangga sampai buku.

Buat gue yang hobi mengoleksi buku, pusat penjualan buku bekas senen seperti surga, bisa membeli buku dengan harga sangat murah. Buku-buku yang di jual tidak semuanya buku bekas, banyak juga buku-buku yang baru. Menghabiskan akhir pekan disini sangat mengasyikan, bisa ber jam-jam. Bertarung dengan panas, keringat dan debu. Karena semua buku-buku itu di tumpuk atau di serak begitu saja di lapak pinggir jalan, jadi jangan membayangkan ruangan ber ac dan tumpukan buku rapih seperti di toko buku mahal. Kalau kita bisa menemukan buku yang bagus, unik, langka dan murah rasanya seperti baru mendapatkan harta karun. Hati berbunga-bunga seharian itu.

Seperti pengelaman gue belum lama ini, gue menemukan buku yang sedang gue cari-cari yaitu buku ke tiga serial Detektif Feng Shui karya Nurry vitahi, dua hari sebelumnya gue dari di Gramedia dan tidak menemukan buku ini, dan yang menbuat gue melambung ke udara, buku itu gue dapatkan dengan harga dua puluh ribu saja, padahal kalau di Gramedia diatas empat puluh ribu. Pernah juga gue menemukan buku tua yang kertasnya sudah menguning saking tuanya, biografi Haji Agus Salim dan biografi Mae Ze Dong yang di lego dengan harga lima belas ribu. Waktu jamannya masih suka baca serial chicklit rugi rasanya kalau beli di Gramedia, keluarkan ilmu tawar menawar, setengah harga langsung bungkus. Belum lagi komik, setelah hebat-hebatan ilmu menawar akhirnya gue bisa membawa tiga buah komik Asterix masing-masing dengan harga sepuluh ribu. hmmm..Senen benar-benar heaven of book.

Biasanya acara hunting buku ini gue tutup dengan nongkrong di toko ice cream Baltic, toko ice cream home made dari jaman belanda, cocok banget abis panas-panas terus duduk di ruangan ber ac mencicipi ice cream sambil memandang puas buku yang berhasil di bawa pulang. Rasa favorite gue mint dan rhum raisan, yuumiieee.

Ternyata asal muasal nama senen bukan hanya ada di buku Profil orang betawi karya Ridwan Saidi saja, Menurut sumber lain yang pernah gue baca yaitu buku yang berjudul Sekitar 200 Tahun Sejarah Jakarta, disana di ceritakan ada orang pulau Lontar, Indonesia timur, bernama Cornelis Senen datang ke batavia dan membeli kebun kopi yang sangat luas, areal kebun meliputi daerah jati negara meluas ke daerah senen sekarang, bisa jadi nama senen berasal dari tuan tanah tersebut. Yang benar yang mana ? belum tahu, biar kan jaman yang menjawabnya.

Tuesday, November 22, 2005

Darah ku...oh darah ku.....

Semuanya berawal dari ketidak tahuan gue akan golongan darah gue, memalukan sih memang, sudah setua ini kok ya gak tau golongan darahnya sendiri. Oleh karena itu, di sabtu pagi kemarin gue melangkahkan kaki ke PMI untuk donor darah. Kebetulan tempat kost gue gak begitu jauh dengan PMI di salemba, dengan berjalan kaki kurang lebih 10 menit gue udah bisa sampai disana. Bangunan PMI ini keliatan baru di renovasi, disana sini masih terlihat beberapa bagian yang masih dalam tahap penyelesaian. Seperti nya Palang Merah Indonesia dibawah kepemimpinan Bapak Marie Muhammad makin maju aja, buktinya bisa merenovasi bangunan luas ini menjadi terlihat mewah dan di halaman gedung ada beberapa buah mobil ambulan yang masih baru dan beberapa mobil besar yang bertuliskan Dapur Umum sedang parkir. Selamat buat Bapak Marie ya, Balik ke cerita donor darah gue...

Selamat pagi bu, saya mau donor darah, lapor gue ke petugas yang ada di depan pintu masuk. Mbak masuk aja kedalam ruangan itu, nanti disana ada petugas yang membantu, kata petugas itu. Masuklah gue ke dalam ruangan yang ditunjuk, sebuah ruangan luas yang depenuhi kursi-kursi seperti ruangan tunggu di apotik, di dalam ruangan itu sudah ada beberapa orang yang juga lagi nunggu giliran buat donor darah, gue langsung menuju ke petugas yang ada disana.

Pak, saya mau donor darah, lapor gue lagi ke petugas itu. Ini isi formulirnya dulu, bolak-balik ya, kata petugas itu. Upsss kok bapak nya galak banget ya, mana gak ada senyum lagi, jutek abiissss, padahal gue kan udah pasang muka manis begini. Dalam waktu lima menit gue isi formulir yang dikasih itu, isi nama, alamat, ttl, ditanya juga pernah sakit apa ? penyakit yang ditanya serem-serem banget, apakah anda mempunyai sakit ayan ? sakit hepatitis ? dan penyakit-penyakit akut lainnya. Huaaaa untung semua pertanyaan tentang penyakit2 itu gue jawaban Tidak.

Setelah semua data-data gue isi, gue balikin lagi ke meja si bapak jutek. Si bapak jutek membaca formulir yang gue isi dan langsung dia bertanya dengan suara yang kenceng banget kaya pake toak, dan pasti suaranya itu kedengeran ke seluruh ruangan. Apa kamu sedang mens ? berapa berat badan kamu ? dan parah nya dia mengulangi semua jawaban gue masih dengan suara toak nya itu. Aduuhhh malu-maluin gak seh ? semua orang di ruangan ini kan jadi tau gue sedang menstruasi apa gak dan berapa berat badan gue, buat cewek pemalu kaya gue pertanyaan2 seperti itu kan sensitif sekali. huuuhhh untung yang ditanya cuman itu, kalau yang ditanya berapa ukuran BH kamu ??? oh tidaaaaaak.

Penyiksaan yang dilakukan si bapak jutek belum berhenti sampai disana, dia tanya lagi, golongan darah kamu apa ?
, gue jawab pela-pelan, gak tau, tiba-tiba dia mengeluarkan jarum dari laci mejanya dan tanpa ba bi bu dia menarik tangan gue dan menusukan jarum tadi ke ujung jari tengah gue, cuuuuuusss keluarlah darah segar dari jari tengah itu, dengan muka masih shock gue cuman bisa melihat dia mencapurkan darah gue dengan cairan berwarna biru, terus dia bilang, darah kamu A, sekarang kamu masuk keruangan sebelah buat pemeriksaan dokter.

Awalnya gue antusias banget mau donor darah ini, pengalaman pertama gitu lho, tapi setelah perlakuan si bapak jutek tadi gue jadi takut deh, dokternya sadis juga gak ya ? bisa-bisa darah gue di sedot semua lagi. Huaaa takutttt. Dengan membaca Bismillah gue masuk ke ruangan dokter. Dokternya sudah tua, semua rambutnya udah dipenuhi uban. Dan parahnya dia juga udah pasang muka sangar. Tambah takut gue. Gue di periksa tekanan darah, ditanya dalam waktu lima tahun ini pernah di opname gak ? sekarang lagi dalam pemakaian obat-obatan tertentu gak ? setelah dianggap layak, dokter uban menyuruh gue masuk ke ruangan donor darah.

Ruangan donor itu cukup besar, bersih, sejuk, ada tv flat 45 inci buath hiburan orang yang lagi donor, bener banget tuh tv ada disana, kalau kaya tadi ceritanya memang sangat dibutuhkan hiburan di ruangan ini. Tempat tidur berderet memenuhi ruangan, gue disambut oleh mbak-mbak manis berseragam putih-putih yang berjilbab. Disuruh tiduran di salah satu tempat tidur yang masih kosong. Gak berapa lama dia datang dengam membawa kantong yang berisi alat-alat untuk mengekstradisi gue, ada jarum, guntung, kantong darah dan lain-lain yang gue gak tau namanya apa.

Donor pertama ya mbak ? kata si petugas berkerudung itu, tenang aja sakitnya cuman dikit kok. Untung si mbak ini ramah dan gak kasar kaya dua orang petugas sebelumnya, jadi perasaan takut gue berangsur2 hilang. Mulailah si mbak mencari nadi gue dan menusukan jarum disana dan langsung disumbat dengan selang yang di arahkan ke kantong darah. Bener kata si mbak tadi, sakitnya cuman dikit kok. Gue liat darah gue yang berwarna merah kecoklatan dan agak kental mengalir deras menuju kantong darah. Mbak nya bener-bener terlatih nih, dia dengan sigap dan telaten melakukan pekerjaannya. Selama darah gue di ambil gue ngobrol dengan ibu-ibu pendonor yang ada di sebelah gue. Ibu itu cerita ini adalah donor dia yang ke 57, Ruaarr biasaaaaa.

Setelah kantong darah gue penuh, kantong darah dilepas dari tangan gue tapi selangnya masih di pasang dan dari selang itu mengucur dengan deras darah merah kental, bener-bener kaya kran air, darah yang keluar langsug dimaskukkan ke dua buah tabung kecil, tabung pertama untuk pengecekan HIV, tabung ke dua untuk pengecekan hepatitis, hasil dari pengecekan kedua penyakit itu akan di kirim ke para pendonor melalui surat kalau hasilnya positip, tapi kalau hasilnya negatif ya gak dikirimin surat cinta itu.

Setelah di anggap kuat, gue boleh meninggalkan ruangan dan disuruh ambil jatah makanan, ada indomie rebus, telur rebus dan segelas susu coklat. Berhubung gue ada janji mau sarapan nasi tim di pasar senen akhirnya gue tidak mengambil jatah makanan tersebut, tadinya kepikiran juga mau tanya ke petugas kantinnya, boleh gak jatah makanannya di ganti uang tunai aja lumayan kan buat beli nasi tim proyek senen, tapi gue takut nanti di suruh dateng ke bapak jutek itu lagi..haaiyaaaaa gak lagi-lagi dehh.

Menurut ibu yang sudah 57 kali donor darah itu, manfaat dari donor darah itu banyak banget , waktu dia masih muda muka nya penuh dengan jerawat, setelah dia rutin donor darah, jerawat-jerawat nakal itu gak pernah datang lagi. Terus, karena peredaran darah nya lancar dia jadi jarang sakit makanya dia selalu rutin 3 bulan sekali mendonorkan darahnya. Iya, pasti banyak manfaatnya mendonorkan darah itu, selain untuk kesehatan mungkin kalau di liat dari segi kemanusiaan ini sangat membantu sekali, apalagi sekarang lagi musim demam berdarah, pasti banyak yang membutuh kan darah. Sayang nya sistem yang sudah bagus kok jadi tercoreng karena orang-orangnya yang gak kompeten, masa buat menjadi ramah aja susah sih, apa itu udah menjadi ciri khas nya orang-orang yang bersinggungan dengan kepemerintahan ? Oh iya, akhirnya gue tau deh golongan darah gue apa ?? A, jadi kalau ada yang butuh darah dengan golongan darah itu gue dengan senang hati akan menyumbangkan nya.








Friday, November 18, 2005

Halal bihalal

Image hosted by Photobucket.com

Hari sabtu kemarin gue ikut menghadiri acara halal bihalal yang di adakan oleh Bapak Iwan Tirta, Bapak Iwan Tirta mengundang 30 orang dari Milis JS untuk menghadiri acara tersebut, dan gue salah satu dari 30 orang yang beruntung itu. Halal bihalal di adakan di resto Kembang Goela, sebuah resto yang cukup Exclusive di daerah Sudirman.

Pukul setengah dua belas siang gue bersama dua orang teman dari JS udah sampai di tempat acara, kita di sambut oleh mbak-mbak penyambut tamu yang cantik-cantik dan langsung di sodori pulpen untuk mengisi buku tamu, dan langsung di foto sama fotografer yang udah siap menyambut tamu-tamu yang baru datang, jadi inget waktu wisudaan dulu belom apa-apa udah di foto-foto. Di tengah ruangan, Bapak Iwan Tirta dengan kemeja batiknya tersenyum manyambut kita, setelah bersalaman dan ber ramah-tamah sebentar gue langsung menuju meja dimana sebagian teman-teman JS sudah ada yang datang.

Hamparan menu yang menggoda selera sepertinya sudah memanggil-manggil gue dari pertama gue masuk tadi, semua menu adalah masakan tradisional dari Indonesia. Bapak Iwan Tirta memang sangat mencintai Indonesia, selain cinta akan batik beliau juga sangat bangga akan masakan Indonesia. Mungkin karena suasana masih berbau-bau lebaran jadi lontong sayur gak ketinggalan disajikan siang itu, dendeng balado padang, opor ayam yogya, sayur nangka, sayur lodeh, sambel goreng kentang, sayur godok labu siam, rendang padang, balado udang, sate singapur dan masih banyak lagi menu-menu lain yang gak terekam di otak.

Ingat pesannya Pak Iwan Tirta, mpek-mpek nya asli saya datangkan dari palembang lho, harus di coba ya. Gak perduli perut yang belum diisi dari pagi, gue langsung ambil potongan mpek-mpek kapal selam di campur dengan kuah cuka yang kehitaman itu, rasanya mak nyooss sekali, potongan mpek-mpek nya yang lembut dengan telur ayam yang masak nya sempurna dan aroma bawang putih dari kuah cukanya benar-benar mpek-mpek jaminan mutu dari palembang.

Sambil ngobrol-ngobrol dengan teman-teman JS gue mencoba sate singapur ala Iwan Tirta, kayanya sate singapur ini menu andalannya tuan rumah, karena waktu acara pesta kebun yang di adakan juga oleh bapak Iwan Tirta dalam rangka menyambut kemerdekaan Indonesia bulan Agustus lalu, Sate Singapur ini dihidangkan juga dan mendapat banyak pujian dari tamu yang datang, sayang waktu itu gue datang nya udah talat jadi kehabisan deh. Sate Singapur ini bentuk dan rasanya mirip dengan sate ayam yang banyak di jual di Jakarta, sama-sama dari daging ayam dan kuah kacang dengan campuran kecap hitam. Potongan daging ayam pilihan yang lumayan besar per potong nya dan rasanya yang empuk, sambal kacang nya yang berwarna kecoklatan, dengan manis yang pas dan bumbu cabe nya yang pas membuat sate ini terasa berbeda. Gak salah kalau menjadi menu andalan meman enaakkk sih.

Hari semakin siang, ruangan sejuk dengan dekorasi yang kental etnik Indonesianya itu mulai ramai di datangi para tamu. Teman yang duduk di sebelah gue lagi asyik menikmati satu porsi lengkap lontong sayur nya, dan gak berhenti memuji dendeng balado nya. Gak mau kalah akhirnya gue juga ambil satu porsi lontong sayur lengkap. Gue pilih untuk campurannya, sayur nangka, sambel goreng ati, di taburi keripik kentang ebi dan gak ketinggalan dendeng balado. Memang gak salah gue pilih menu ini, tekstur lontong yang sempurna, gurih nya sayur nangka dengan campuran daging di dalamnya, rasa pedas nya pas. dan Dendeng Balado nya memang luar biasa. Potongan daging yang tidak tebal, rasa bumbu yang meresap, kalau sampe di mulut rasanya kriuk2 garing, gak alot seperti dendeng balado kebanyakan.

Semua nya itu di tutup dengan mencicipi Butter Pudding. Butter pudiing disajikan di gelas bir super mungil yang imut2, dengan Toping caramel yang seperti kaca berwarna kecoklatan menutupi seluruh permukaan pudding. Butter pudding ini terbuat dari kuning telur, cream atau susu, gula dan vanila. Creme-nya lembutnya pas, tdk terlalu cair dan tidak terlalu keras, manisnya pas dan yang paling istimewa adalah aroma duriannya, benar2 membuat creme brulee ini menjadi sangat istimewa dan sebelum di hidangkan pudding ini udah di dinginkan terlebih dahulu di lemari pendingin membuat pudding makin nikmat pada saat di santap. Ambil istilah temen JS gue, It is a fusion dessert... menggabungkan dessert khas perancis dgn buah tropis khas Indonesia: durian. Untung gue udah dapet resep cara membuat butter pudding ini, jadi gak sabar untuk praktekinnya.

Tuan rumah yang ramah, hangatnya suasana, menu makanan yang luar biasa menjadikan sebuah pengalaman yang menarik untuk menghabiskan waktu di siang itu. Ucapan Terima kasih yang bisa gue ucapkan untuk Bapak Iwan Tirta atas undangannya dan Selamat hari raya Idul Fitri mohon ma'af lahir dan batin.


Wednesday, November 16, 2005

Rumahku Istanaku

Hari minggu kemaren abis baca salah satu artikel di Kompas yang berjudul menjadi tua di kelab. Di artikel itu diceritakan sekarang ini hang out di cafe or club sepulang kerja sudah menjadi gaya hidup buat Eksekutif muda di kota-kota besar. Jalanan macet dan letak perumahan di pinggir kota menjadikan para pekerja mikir-mikir dulu untuk langsung pulang sehabis bekerja. Apalagi kondisi cafe dibuat seyaman mungkin, dengan sofa-sofa yang empuk, karpet yang tebal, meja-meja bundar, alunan musik ringan seperti memindahkan ruangan keluarga kesana. Belum lagi menu-menu yang ditawarkan pengelola cafe, sayur lodeh dan tempe bacem berganti menjadi menu ala cafe.

Jadi inget cerita keluarga Budi di buku-buku pelajaran waktu jaman SD dulu, disana diceritakan kalau Bapak si Budi setelah bekerja seharian di kantor masih bisa menikmati secangkir teh dan pisang goreng buatan ibu di teras sambil membaca koran terbitan sore atau bercengkrama dengan anak-anaknya. Cerita Bapak si Budi ini bisa jadi cerminan para pekerja tempoe doloe waktu Jakarta masih lengang, waktu ongkos metromini masih seratus perak atau waktu pemerintah DKI belum kepikiran untuk membuat peraturan 3 in 1. Nah kalau sekarang ? boro-boro mau menikmati secangkir teh di sore hari bersama keluarga, ketemu keluarga aja mepet banget waktu nya. Rumah sekarang sudah menjadi tempat transit sementara atau tempat tidur dimalam hari saja. Gak tau siapa yang harus dipersalahkan dengan keadaan seperti ini atau memang gak ada yang harus di salahkan ? hanya akibat kemajuan jaman. Tapi walau bagaimana empuknya sofa di cafe, nikmatnya menu yang di sediakan, tetap saja tempat yang paling nyaman adalah rumah kita sendiri, bukannya ada istilah rumahku adalah istanaku ?? Dan inget satu lagi, Di rumah, keluarga tercinta sudah menunggu ....

Monday, November 14, 2005

Jakarta Hari Ini....

Setelah di manja dengan keadaan jakarta yang lengang 2 minggu belakangan ini karena di tinggal mudik lebaran orang-orang nya, hari ini Jakarta udah penuh lagi...

Bis yang gue naekin tadi udah padet merapat lagi isi nya, tukang jualan udah ramai lagi, bahkan pengemis dan tukang ngamen udah mulai beroprasi lagi, dan yang pasti Macet itu dateng lagi..Iyaaaa Jakarta sudah kembali lagi..

Hmm..musti nunggu setahun lagi yah untuk merasakan Jakarta yang tidak seperti Jakarta ???