Dari mana sebenarnya nama Senen itu berasal ? menurut sebuah buku yang pernah gue baca ,Profil orang betawi karya Ridwan Saidi, sebelum Belanda mendirikan pasar ini, di daerah ini sudah bernama Senen. Jadi nama pasar senen bukan dari nama hari atau pasar mingguan seperti pasar rebo, pasar jum'at atau pasar minggu. Belanda sendiri menamakan pasar ini
Snezen, yang berarti barang gelap, bekas dan rongsokan dijual di sini.
Sebelum RI merdeka, daerah senen merupakan front menghadapi tentara belanda yang berbasisi di lapangan banteng, senen benar-benar menegangkan. Tapi setelah itu senen menjadi tempat yang sangat exciting, pasar senen menjadi pusat hiburan, bioskop Rex dan bioskop Grand sering memutar film-film koboi yang sangat populer pada masa itu, banyak penjual makanan dari subuh hingga malam. di malah hari kawasan sekitar stasiun senen menjadi pasar seks. Penjual dan penawar jasa pelayanan seks bergerombol di sekitar stasiun, atau yang di kenal dengan sebutan planet senen.
Kembali ke kata
Snezen yang artinya bekas, sampai saat ini di kawasan senen masih bisa ditemukan barang-barang bekas yang di jual, mulai dari pakaian bekas, sepatu, tas, peralatan rumah tangga sampai buku.
Buat gue yang hobi mengoleksi buku, pusat penjualan buku bekas senen seperti surga, bisa membeli buku dengan harga sangat murah. Buku-buku yang di jual tidak semuanya buku bekas, banyak juga buku-buku yang baru. Menghabiskan akhir pekan disini sangat mengasyikan, bisa ber jam-jam. Bertarung dengan panas, keringat dan debu. Karena semua buku-buku itu di tumpuk atau di serak begitu saja di lapak pinggir jalan, jadi jangan membayangkan ruangan ber ac dan tumpukan buku rapih seperti di toko buku mahal. Kalau kita bisa menemukan buku yang bagus, unik, langka dan murah rasanya seperti baru mendapatkan harta karun. Hati berbunga-bunga seharian itu.
Seperti pengelaman gue belum lama ini, gue menemukan buku yang sedang gue cari-cari yaitu buku ke tiga serial Detektif Feng Shui karya Nurry vitahi, dua hari sebelumnya gue dari di Gramedia dan tidak menemukan buku ini, dan yang menbuat gue melambung ke udara, buku itu gue dapatkan dengan harga dua puluh ribu saja, padahal kalau di Gramedia diatas empat puluh ribu. Pernah juga gue menemukan buku tua yang kertasnya sudah menguning saking tuanya, biografi Haji Agus Salim dan biografi Mae Ze Dong yang di lego dengan harga lima belas ribu. Waktu jamannya masih suka baca serial chicklit rugi rasanya kalau beli di Gramedia, keluarkan ilmu tawar menawar, setengah harga langsung bungkus. Belum lagi komik, setelah hebat-hebatan ilmu menawar akhirnya gue bisa membawa tiga buah komik Asterix masing-masing dengan harga sepuluh ribu. hmmm..Senen benar-benar heaven of book.
Biasanya acara hunting buku ini gue tutup dengan nongkrong di toko ice cream Baltic, toko ice cream home made dari jaman belanda, cocok banget abis panas-panas terus duduk di ruangan ber ac mencicipi ice cream sambil memandang puas buku yang berhasil di bawa pulang. Rasa favorite gue mint dan rhum raisan, yuumiieee.
Ternyata asal muasal nama senen bukan hanya ada di buku Profil orang betawi karya Ridwan Saidi saja, Menurut sumber lain yang pernah gue baca yaitu buku yang berjudul Sekitar 200 Tahun Sejarah Jakarta, disana di ceritakan ada orang pulau Lontar, Indonesia timur, bernama Cornelis Senen datang ke batavia dan membeli kebun kopi yang sangat luas, areal kebun meliputi daerah jati negara meluas ke daerah senen sekarang, bisa jadi nama senen berasal dari tuan tanah tersebut. Yang benar yang mana ? belum tahu, biar kan jaman yang menjawabnya.