<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d10868920\x26blogName\x3dFebi\x27s+Journal\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://jurnal-febi.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://jurnal-febi.blogspot.com/\x26vt\x3d-3357453960751995629', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Monday, April 03, 2006

Anak Naga Beranak Naga


Judul film : Anak naga beranak Nnga : Gambang Kromong: Akulturasi Budaya Tionghoa Betawi.
Sutradara : Ariani Darmawan
Produksi : Country of Production Indonesia
Durasi : 60 menit

Hari minggu kemarin gue berkesempatan untuk menonton sebuah film dokumenter yang menceritakan tentang kebudyaan tionghoa-peranakan di Indonesia, khususnya seni musik dan pertunjukan tradisional, Gambang Kromong. film yang berdurasi 60 menit ini di putar di toko Buku QB Kemang di buat oleh sekelompok anak muda yang sangant kreatif yang tergabung dalam Kineruku–kelompok asal Bandung yang aktif membuat dan mengapresiasi film.

Di awal pemutaran Film, tampak di layar keterangan sejarah kebudayaan Gambang Kromo...Tidak banyak orang tahu bahwa Gambang Kromong, yang sempat dipopulerkan oleh Lilis Suryani di tahun 60-an dan duet Benyamin S. - Ida Royani di tahun 70-an, adalah sebuah musik akulturatif berbagai etnis di Indonesia yang cikal bakalnya telah dirintis lebih dari dua abad lalu. Irama gambang kromong dengan tata laras Salendro Cina pertama kali diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa Peranakan sebelum akhirnya mengalami percampuran dengan budaya Jawa, Sunda, hingga Deli, membentuk sebuah musik harmonis yang kini menjadi salah satu ciri khas Betawi...dilanjutkan oleh penjelasan dari pakar- pakar budaya Tionghoa : Tan De Seng, seorang musikolog tentang gambang kromong , Eddy Prabowo, seorang sinolog yang bicara sosiologi masyarakat Tionghoa peranakan dari masa ke masa dan David Kwa seorang pengamat budaya Tionghoa peranakan.

Dari awal, hingga berakhirnya film telinga kita di manjakan oleh suara merdu dari alat2 musik dari gambang kromong, sitar, kenong, rebab, kendang, dan gong hingga kecapi. Lagu- lagu yang di bawakan mulai dari gambang kromong klasik yang masih kental dengan alat musik Cina nya, hingga gambang kromong yang lebih moderen seperti yang biasa dibawakan oleh Alm Benyamin S - Ida royani. Sangat disayangkan sekali sudah sangat jarang sekali seniman gambang kromong yang bisa memaenkan musik Gambrang Kromong klasik, hanya seniman yang handal saja, dan itu sudah sangat jarang sekali.

Selain mengungkapkan sejarah tentang kebudyaan Gambang kromong, film ini juga menceritakan tentang kehidupan orang-orang tionghoa peranakan sebagai pelaku utama seni musik yang sudah hampir punah ini. Dengan latar belakang orang-orang tionghoa peranakan yang tinggal di pinggiran jakarta seperti di gunung sindur, ciseeeng, parung, tangerang kita di ajak untuk melihat realita kehidupan para seniman gambang kromong, sebagian besar mereka yang sudah berusia lanjut dan hidup di bawah garis kemiskinan, rumah-rumah yang sangat senderhana di perkampungan, semua terekam jelas di film tersebut.

Selama 60 menit durasi film ini selain keindahan akan musik gambang Kromong, yang dapet gue rasakan adalah kesederhanaan hidup para seniman, perjuangan yang keras untuk melestarikan budaya campuran ini, peralatan tampil yang seadanya, kostum panggung yang sederhana, undangan manggung yang tidak rutin karena terkalahkan oleh musik dangdut moderen, semua pemandangan yang di antarkan dalam film ini membuat gue miris, apakah kebudayaan yang sangat indah ini akan punah begitu saja ? sekali lagi pertanyaan gue, apakah kita harus mempersalahkan pemerintah yang seperti nya tidak perduli dengan masalah ini ?? tapi sekali lagi gue salut banget dengan sekelompok anak muda yang mau membuat film bertema kan budaya ini, di tengah-tengah budaya asing mereka masih mau mengintip kebudayaan bangsa sendiri, semoga ini bukan karya mereka yang pertama dan terakhir kalinya dalam memperkenalkan dan melestarikan kebudayaan Indonesia, masih banyak kebudayaan-kebudyaan asli daerah yang masih bisa di gali. Di tunggu karya-karya kalian selanjutnya.