<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d10868920\x26blogName\x3dFebi\x27s+Journal\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://jurnal-febi.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://jurnal-febi.blogspot.com/\x26vt\x3d-3357453960751995629', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Thursday, March 23, 2006

Belajar dari Wayang


Gak sengaja gue menemukan buku ini di antara deretan buku-buku koleksi bokap di rumah. Buku karya Franz Magnus Suseno yang berjudul Wayang Dan Panggilan Manusia. "Dalam Wayang, kita bisa bercermin tentang kehidupan dan kelakuan kita…..” Tertarik dengan resensi di sampul belakang buku, akhir nya gue memutuskan untuk membaca nya,

Untuk sekarang gue belom akan membuat review dari buku ini secara keseluruhan, karena dari empat bab yang ada, gue baru menyelesaikan 1 bab pertama. Akan tetapi dari bab pertama saja gue bisa melihat kalau Franz suseno sudah dapat merefleksikan secara jelas gambaran Kehidupan manusia yang tergambar dalam kisah wayang,

Pada bab pertama ini kita di ajak untuk berpikir bahwa tidak ada seorang manusia pun yang sama sekali jahat, bahkan orang yang kita anggap berbudi luhur pun masih mempunyai kelemahan moral. karena baik dan buruk biasanya hidup bersama-sama dalam hati seseorang.

Dalam cerita wayang : Pada kisah Mahabrata, Pandawa di tempat kan pada pihak yang baik dan Kurawa pada pihak yang jahat, tetapi apakah ceritanya sesederhana itu ? bagaimana dengan Bima dari pihak Pandawa yang kasar dan haus darah ? Yudistira yang dikenal lemah lembut ternyata suka main judi sehingga mencelakakan dirinya dan adik-adik nya ? Bagaimana dengan Karna dari pihak Kurawa yang masih setia kepada Kurawa walaupun ia tahu pandawa yang akan memenangkan perang Baratayuda, tapi karena kesetaiaannya dan tau balas budi kepada raja Syudana ia tetap memihak kepada Kurawa ?. Dari kisah wayang di atas tadi kita di ajak untuk melihat atau manilai sesuatu tidak berat sebelah.

Dalam hal menanggapi tayangan infoteiment yang sedang marak sekarang, sering kali kita sudah men judge artis ini sabagai artis yang "bersih" atau artis ini sebagai artis yang nakal. Tapi apa kenyataannya memang seperti itu ? Apa cap-cap yang melekat pada artis itu bukan hanya ciptaan para pengusaha Industri gosip saja demi mengeruk keuntungan bagi mereka ? wong bukti nya seorang artis yang katanya bersih ujung-ujungnya penjara juga karena narkoba.

Di dalam masyarakat sekarang gue merasa kecendrungan masyarakat dalam menilai sesuatu masalah hanya secara hitam putih saja, selalu menganggap diri sendiri di pihak yang benar, sehingga dengan mudah memojokan semua pihak yang tidak sependapat. Contohnya peristiwa yang baru-baru ini terjadi, sebuah kelompok agama yang merasa lebih benar, melakukan perbuatan anarkis, membakar kampung, menghancurkan tempat beribadah kelompok agama yang di berbeda faham dengan mereka. Apakah tidak terpikir bahwa mereka belum tentu benar.

Sama dengan kisah wayang, yang setiap tokoh mempunyai perannya masing-masing.
Begitu juga dengan kita, kita mempunya lakon sendiri-sendiri didalam hidup ini, baik itu berbudi luhur atau tidak, dan kita juga harus dapat menerima pemeran-pemeran lain nya, mau perannya itu aneh, gak bagus, terlarang, kasar, yah harus kita terima, karena semua itu juga diperlukan agar kehidupan ini seimbang. Bahkan dalam pengajian di mesjid sunda kelapa beberapa Waktu yang lalu, Pak Quraish Sihab bilang : Setan saja diperlukan keberadaannya, yaitu untuk menguji keimanan umat manusia.

Nah, sekarang kita ingin berperan seperti siapa ? Bima yang gagah perkasa ? Dewi sinta yang setia ? para Kurawa yang licik ?? atau jadi diri sendiri aja ????

4 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Mau jadi semar aja... Man behind the pandawa's power... low profile but very powerfull, g banget kan???

6:32 PM  
Anonymous Anonymous said...

Belajar kok dari wayang..... konyol...

Wayang itu cukuplah sebagai entertainment saja.

Ngapain belajar dari cerita yang notabene dibuat oleh kelas penguasa (brahmana) dari sebuah negeri yang diskriminatif.... membedakan manusia berdasarkan kasta/kelas sosial.

Mbok yo mikir, mbak....

10:49 AM  
Anonymous Anonymous said...

tapi kan lebih baik nonton wayang daripada belajar dari sinetron. Banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari pertunjukan wayang daripada sekedar nonton sinetron.

Bahkan kanjeng sunan kalijaga berdakwah lewat pertunjukan wayang bukan lewat pertunjukan drama. Jadi tetep belajar lewat wayang itu bagus. Anonymous itu gimana..sampeyan yang seharusnya mikir.

11:39 AM  
Anonymous Anonymous said...

di awal anda menulis

"bahwa tidak ada seorang manusia pun yang sama sekali jahat, bahkan orang yang kita anggap berbudi luhur pun masih mempunyai kelemahan moral. karena baik dan buruk biasanya hidup bersama-sama dalam hati seseorang."

tapi pada akhir tulisan anda seperti telah membuat kesimpulan yang bertentangan dengan awal tulisan anda

"Nah, sekarang kita ingin berperan seperti siapa ? Bima yang gagah perkasa ? Dewi sinta yang setia ? para Kurawa yang licik ?? "

sungguh di sayangkan wacana yg dibuat ini!!!! mungkin lebih baik wacananya adalah apakah anda ingin menjd bima, dewi sinta ato kurawa tanpa memberi keterangan tambahan.

7:05 PM  

Post a Comment

<< Home