<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d10868920\x26blogName\x3dFebi\x27s+Journal\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://jurnal-febi.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://jurnal-febi.blogspot.com/\x26vt\x3d-3357453960751995629', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Wednesday, January 16, 2008

Bangsa Tempe Yang Kehilangan Tempe

Saya jadi teringat kira-kira sebulan yang lalu ketika saya belanja tempe di sebuah pasar traditional dekat tempat saya tinggal. Saya Tanya ke Bapak penjual tempe berapa harga satu potong tempe? di jawab tiga ribu rupiah,tapi saya dengar nya lima ribu, saya langsung perotes kenapa mahal sekali satu potong tempe sampai lima ribu rupiah. Dengan nada bercanda bapak penjual tempe mengoreksi pendengaran saya “tiga ribu neng, buka lima ribu. Nanti 5 tahun lagi tempe mungkin bisa 5000, makanan rakyat gak mahal-mahal neng”. Ternyata oh ternyata tidak perlu menunggu 5 tahun lagi pak, sebulan kemudian tempe bukan naik harga nya malah menghilang di pasar-pasar. Waktu saya ke pasar yang sama kemarin pagi, saya liat lapak bapak penjual tempe itu kosong, begitu juga dengan lapak-lapak penjual tahu dan tempe di pasar itu, semua menghilang, pasar terasa menjadi lengang.

Ada yang aneh gak dengan menghilang nya tempe dan tahu ini di pasaran ? kita yang bangsa tempe ini kok bisa-bisanya kehilangan tempe nya ?? katanya Indonesia itu bangsa yang subur kaya raya, Gemah Ripah Lohjinawi tapi kok kedelai saja kita tidak bisa tanam,sampai harus mengimpor dari luar?? Dan Kita punya presiden yang bergelar doctor ilmu ekonomi pertanian lho. Dan juga kita punya Kampus megah dengan judul (IPB) Institut Pertanian Bogor, masa menghasilkan bibit kedelai unggul saja kita tidak bisa ?? jangan-jangan benar IPB itu sudah berubah nama menjadi Institut Perbankan bogor karena banyak tamatannya yang lebih memilih bekerja di bank setelah tamat kuliah ??

Tempe dan tahu itu sudah seperti makanan pokok rakyat Indonesia selain nasi tentu nya. Oleh sebab itu sampai tahu dan tempe saja sudah susah mendapat kan nya, saya bisa bilang kalau bangsa ini memang sedang Sakit.

*judul tulisan saya contek dari salah satu tulisan di detik.com*

0 Comments:

Post a Comment

<< Home