<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d10868920\x26blogName\x3dFebi\x27s+Journal\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://jurnal-febi.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://jurnal-febi.blogspot.com/\x26vt\x3d-3357453960751995629', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

Tuesday, March 04, 2008

Lombok Hari Pertama : Lombok, Here We come

Tulisan ini adalah sisa cerita perjalanan saya ke Bali Lombok bulan November 2007 lalu.

Lombok Hari Pertama : Lombok, Here We come

Matahari pagi nampaknya masih masih malu-malu keluar dari peraduan, waktu saya dan ichil check out dari Nikko Hotel Nusa Dua Bali. Meninggalkan Euis yang masih akan meneruskan liburannya di tanah dewata. Pagi ini saya dan Ichil melanjutkan liburan ke Lombok, setelah tiga hari menghabiskan waktu di Bali. Masih menggunakan mobil cateran selama di Bali, Kami berdua meluncur menuju Bandara Ngurahrai. Menurut jadwal, pesawat Trigana air yang akan membawa kami ke Lombok akan berangkat pukul 08:00 WITA. karena masih pagi tanpa harus terburu-buru, ichil bisa santai mengendarai mobil sehingga dalam perjalanan menuju bandara kami masih bisa menikmati suasana pagi di Bali

Sesampainya di bandara, setelah menyelesaikan urusan sewa mobil, kami langsung mencari teman kami Harry yang menyusul dari Jakarta untuk bergabung liburan ke Lombok, seharusnya ada 1 teman lagi yang join di penerbangan Bali-Lombok ini, tapi Yan terkena korban keganasan macetnya jakarta, jadi semalam dia tidak berhasil sampai tepat waktu di bandara soekarno hatta, sehingga dia tidak bisa sampai di Bali bersama Harry, jadilah dia langsung menyusul kami menggunakan pesawat berikutnya di Mataram siang nanti.

Ada sedikit cerita menarik, pesawat yang kami tumpangi adalah pesawat kecil yang menggunakan baling-baling, sehingga berat seluruh bawaan dan penunpang harus diperhitungkan dengan teliti, saking telitinya, kami para penumpang ketika melakukan check in harus di timbang berat badan menyusul berat barang bawaan. Sedikit mengagetkan buat saya, akhirnya dengan malu-malu saya dan ichil menaiki alat timbang, takut gak boleh naek pesawat, karena kuliner di bali yang gila-gila an mengakibatkan berat badan kami naik drastis, fiuh... untung berat badan kami masih memungkinkan kami naik kedalam pesawat dan untung nya lagi mbak-mbak pramugari tidak teriak-teriak meninformasikan berat badan kami dengan microphone ke seantero bandara.

Pemandangan dari atas pesawat sungguh menakjubkan, mungkin karena jarak Denpasar- Mataram yang dekat maka pesawat cukup terbang rendah saja, sehingga saya bisa melihat hamparan biru Selat Lombok dari dekat di antara gumpalan awan. Dari atas pesawat Selat Lombok terlihat sangat biru, hal ini mungkin karena pengaruh kedalaman nya, menurut Iwan gayo dari buku pintar senior, selat lombok ini adalah selat terdalam dunia, itu yang menjelaskan mengapa bentuk pulau lombok jika dilihat dari bawah laut tampak seperti piramid terbalik, mengerucut kebawah, berbeda dengan pulau-pulau lain pada umum nya. Jarak tempuh 45 menit jadi tidak terasa, terpukau oleh pemandangan di luar yang indah. Langit biru yang cerah, pulau-pulau kecil yang tersebar dan puncak gunung agung yang perkasa, sayang pagi itu saya tidak melihat puncak gunung Rinjani, karena terhalang kabut. Pagi yang sempurna.

Sesampainya di Bandara Selaparang Ampenan, saya sudah di jemput oleh sahabat saya Ayoeb “sinyoe” Lumintang, tujuan pertama kami adalah sarapan pagi dengan menu sop buntut di Cakra Negara, menu sarapan yang tidak biasa memang, tapi saya benar-benar tidak kuasa menolak waktu sinyoe bercerita bagaimana lezat nya sop buntut ini. Dari Ampenan kami meluncur kearah cakra negara. Kota Mataram tidak banyak berubah dari terakhir saya kesana empat belas tahun yang lalu, kecuali jalan utama nya yang semakin lebar, kendaraan yang semakin banyak, pembangunan gedung tidak banyak terlihat, cidomo (cikar dokar mobil) juga masih banyak lalu lalang, dan pohon-pohon besar sepanjang jalan pejanggik masih berdiri rindang, membuat teduh pejalan kaki, hmmm jalan penuh kenangan.

ISTANA RASA, itu nama restoran sop buntut yang kami datangi. Sebuah restoran sederhana di perkampungan Bali di cakra, restoran dengan menu utama sop buntut ini sudah terlihat ramai walau hari masih menunjukan pukul 10 pagi. Wah ternyata sarapan pagi dengan menu sop buntut bukan hal luar biasa bagi orang Lombok. Satu mangkok sop panas yang berisi 3 buah gelondongan besar buntut di sajikan dengan setengah porsi nasi hangat di tambah taburan bawang goreng, sambal juga jeruk limo. Berbeda dengan sop buntut pada umum nya yang berkuah bening, sop buntut di istana rasa ini kuah nya lebih keruh dengan rasa kaldu dan rempah yang menyatu dengan pas, membuat lidah saya berdecak kagum, buntut nya sendiri terasa empuk,menyisakan rasa lezat sampai pada gigitan terakhir. Saya tidak menemukan tambahan lain seperti wortel dan kentang dalam sop buntut ini, mungkin si daging buntut yang berselimut lemak ini sudah percaya diri tampil sendiri. Tidak salah memang pujian di berikan untuk Sop Buntut Istana Rasa ini.

Dengan hati senang karena perut kenyang kami jadi bersemangat sekali pagi ini, tujuan berikut nya adalah Senggigi, rencana semula setelah mendarat di selaparang kami akan langsung menyebrang ke gili trawangan, tapi berhubung Yan ketinggalan pesawat, rencana jadi sedikit berubah, Kami harus menunggu Yan yang baru datang dari Jakarta jam satu siang nanti.

Untuk mengisi waktu, sinyoe mengantar kami menikmati pantai Senggigi dan pura batu bolong nya. Pura Batu bolong adalah sebuah pura hindu yang terletak tepat di atas karang tepat di pinggir pantai senggigi, di sebut batu bolong mungkin karena terdapat karang yang bolong di pura ini. Mata saya di manjakan oleh pemandangan laut lepas dari pura ini, dan saya juga sempat menyaksikan upacara sembahyang umat hindu yang sedang berlangsung, bunga kamboja dalam sesajen, wangi dupa dan bunyi lonceng oleh pedande, saya merasakan suasana khusyuk menyergap . Dari Pura Batu bolong kami menuju pantai Senggigi, Senggigi masih tetap mempesona dengan pesona pasir putih dan air laut nya yang biru dan bening, rasanya tidak tahan untuk tidak nyebur, bergabung dengan anak-anak kecil yang sedang bermain bersama ombak, tapi saya harus sabar, pemandangan laut yang juga indah di gili trawangan menanti saya di sebrang pulau.

Bersambung......

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Lombok is a great holiday escape for those looking for tranquility around the natural beauty. The island has many modern accommodation from simple Lombok hotels to private villas.

7:38 AM  

Post a Comment

<< Home